Lalu, selanjutnya apa?
Kenyataan pahit mengenai kondisi habitat dan gajah sumatra sudah seharusnya mendapat perhatian
khusus, jika memang upaya konservasi ingin dilakoni dengan serius. Negara memiliki andil besar
dalam hal ini.
Dalam sudut pandang pengelolaan lingkungan hidup dan sumber daya alam, negara berperan menguasai
dan mendapatkan manfaat sebesar-besarnya untuk kemudian ditujukan sebesar-besarnya bagi
kemakmuran masyarakat (social prosperity). Namun, yang perlu digarisbawahi adalah,
bersamaan dengan itu negara juga mempunyai tanggung jawab secara hukum terhadap semua hal yang
menjadi obyek penguasaannya. Dijelaskan lebih lanjut, bahwa dimensi tanggung jawab negara atau
pemerintah meliputi beberapa hal, antara lain memikul atas kesalahan yang dilakukan, dengan
memberikan ganti kerugian, atau dengan jalan melakukan tindakan pemulihan keadaan seperti
semula[11].
Dalam hal ini, maka keutuhan hutan, termasuk kelestarian flora dan faunanya sebagai salah satu
sumber daya yang dikuasai negara otomatis menjadi kewajiban negara untuk menjaganya. Pelepasan
hutan dan pemberian izin kawasan yang mengesampingkan habitat gajah di area konservasi
menunjukkan lemahnya kehadiran negara dalam menjaga keutuhan sumber daya alam tersebut.
Tidak menutup mata, tentu berbagai upaya telah coba dilakukan untuk memperbaiki–atau paling
tidak, tidak memperburuk keadaan–taman nasional ini sebagai habitat gajah sumatra. Misalnya,
dibentuknya Elephant Flying Squad untuk mencegah konflik satwa, atau yang terbaru,
dikeluarkannya Surat Edaran pada 20 Januari 2022 lalu tentang larangan menanam sawit di Taman
Nasional Tesso Nilo.
Keduanya merupakan upaya yang dilakukan oleh Balai Taman Nasional Tesso Nilo–bekerja sama dengan
pihak lain–selaku pemegang otoritas taman nasional. Dihubungi melalui Humas serta WhatsApp
pribadi, Kepala Balai Taman Nasional Tesso Nilo, Heru Sutmantoro, tak kunjung memberikan
kepastian ketika kami mengajukan wawancara dan permohonan permintaan data hingga laporan ini
diterbitkan.
Selain kehadiran negara, perusahaan yang menguasai habitat gajah juga perlu mendapat sorotan.
Karena faktanya, kematian juga terjadi di area konsesi, dan itu terjadi berulang kali.
Perusahaan yang abai terhadap kasus kematian satwa dilindungi di wilayah konsesinya sesungguhnya
telah melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya. Pada Pasal 9 ayat (1) tertulis, “Setiap pemegang hak atas tanah dan hak
pengusahaan di perairan dalam wilayah sistem penyangga kehidupan wajib menjaga kelangsungan
fungsi perlindungan wilayah tersebut.”
Selain itu, dalam penyelenggaraan usahanya, perusahaan juga harus berpedoman pada Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Bahwa disebutkan
dalam pasal 54 ayat (1), setiap orang atau badan usaha yang melakukan pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan, wajib melakukan pemulihan fungsi lingkungan. Dijelaskan lebih lanjut pada
ayat (2) tahapan-tahapan pemulihan fungsi lingkungan hidup yang dimaksud[12]
Melihat dari sisi masyarakat, mereka yang terlampau bermukim di area taman nasional membutuhkan
solusi. Peraturan Presiden Nomor 88 Tahun 2017 memberikan beberapa poin skema penyelesaian
penguasaan tanah dalam kawasan hutan melalui jalur non litigasi, yaitu mengeluarkan bidang tanah
dalam kawasan hutan melalui perubahan batas kawasan, tukar menukar kawasan hutan, memberikan
akses pengelolaan hutan melalui program perhutanan sosial, dan melakukan resettlement.
Namun, Perpres ini belum mengakomodir perkebunan sawit yang masuk dalam kawasan
hutan[13].
Tak kalah penting, masyarakat perlu diedukasi mengenai pentingnya peran gajah di alam sehingga
tidak ada lagi aksi maupun upaya mitigasi yang cenderung merugikan manusia dan gajah.
Ketiganya tentu harus bersinergi untuk mencapai tujuan yang sama: menjaga kelestarian gajah
sumatra, menjaga kelestarian ekosistem. Sebab, lestarinya ekosistem pada akhirnya juga untuk
kesejahteraan manusia.
Gajah sumatra tidak boleh terjajah di rumah sendiri. Pada akhirnya, Taman Nasional Tesso Nilo
hanyalah sepetak cerita dari area-area lain yang juga kondisi hutannya dipertanyakan, lestari
habitatnya diabaikan.
Referensi:
[1] Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia. 2020. Rencana Tindakan
Mendesak Penyelamatan Populasi Gajah Sumatra (Elephas maximus sumatranus 2020-2023).
RENCANA
TINDAKAN MENDESAK PENYELAMATAN POPULASI GAJAH Sumatra (Elephas maximus sumatranus) 2020-2023
[2] Kompas.com. 2008. BKSDA: Gajah di Hutan Sumbar Sudah Punah.
Gajah
di Hutan Sumbar Sudah Punah
[3] Mongabay.co.id. 2012. Deforestasi Melambat, Tapi Hutan Tropis Sumatra Kini Telanjur
Musnah.
Deforestasi
Melambat, Tapi Hutan Tropis Sumatra Kini Telanjur Musnah - Mongabay.co.id
[4] tntessonilo.menlhk.go.id. Sejarah Kawasan TN. Tesso Nilo.
Sejarah Kawasan
TN. Tesso Nilo
[5] riaupos.jawapos.com. 2022. Hutan TNTN Tinggal 16,8 Persen, Setengah Jadi Kebun
Sawit.
Hutan
TNTN Tinggal 16,8 Persen, Setengah Jadi Kebun Sawit
[6] Yoza, Defri, dkk. 2017. Daya Dukung Habitat Gajah Sumatra (Elephas maximus
sumatranus Temminick) di Taman Nasional Tesso Nilo Provinsi Riau.
30-daya-dukung-habitat-defri-yoza-et-al.pdf
[7] Meitasari, Inge, dkk. 2014. Pengaruh Perkebunan Kelapa Sawit Terhadap Kuantitas Air
dengan Pendekatan Neraca Air Tanaman (Studi Kasus di PT Rezeki Kencana)
pengaruh
perkebunan kelapa sawit terhadap kuantitas air dengan pendekatan neraca air tanaman
[8] Bardun, Yeeri dan Mubarak. 2010. Dampak Industri Perkebunan Kelapa Sawit Terhadap
Lingkungan Global.
DAMPAK
INDUSTRI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT TERHADAP LINGKUNGAN GLOBAL
[9] Taufiq, Mohammad, dkk. 2013. Pengaruh Tanaman Kelapa Sawit Terhadap Keseimbangan Air
Hutan (Studi Kasus DAS Landak, DAS Kapuas).
pengaruh
sawit thd air180-Article Text-359-1-10-20131223.pdf
[10] Fadli, Moh., dkk. 2016. Hukum dan Kebijakan Lingkungan. Malang: UB Press.
Hukum
dan Kebijakan Lingkungan
[11] gardaanimalia.com. 2020. Satwa Dilindungi Kerap Mati di Area Konsesi: Perusahaan
Harus Bertanggung Jawab!
https://gardaanimalia.com/satwa-dilindungi-kerap-mati-di-area-konsesi-perusahaan-harus-bertanggung-jawab/
[12] Bahtiar, Irfann dkk. 2019. Hutan Kita Bersawit. Jakarta: KEHATI
Bakhtiar
dkk. (2019) - Hutan Kita Bersawit.pdf